Pulau Landea, pulau ini relatif kecil dan terdiri atas dua bukit yang ketika laut pasang, air akan masuk membelah atau memisahkan dua bukit tadi. Sehingga ada yang menghitung bahwa Landea terdiri atas dua pulau. Dalam hal ini kami hanya mencatat fenomenanya saja bahwa terdapat dua pulau di sini pada situasi tertentu.
Kami sempat mengitari Pulau Landea dan pada sisi tertentu kita dapat melihat "batu mingnganga". Secara pribadi saya mengagumi pulau ini. Kalau pantai Majene identik dengan tebing dan karang- eksotiknya, maka kecantikan Pulau Landea terletak pada bebatuan hidup - menyerupai batu sungai, yang mengitarinya.
Menurut selera saya, ini sangat keren. Sayangnya, bila dibandingkan Pulau Karamasang dan Pulau Gusung Toraja yang luas areal pantainya, maka di pantai Landea sangat sempit dan berupa bebatuan yang tidak memungkinkan orang banyak bersantai di sana. Bebatuan di bibir pantainya hanya sekian meter ke dalam dan langsung berhadapan dengan bukit. Tapi bebatuannya sangat eksotik dan terdapat pohon yang entah apa namanya tumbuh di antara bebatuan menambah keindahan.
Pohon di Pulau Landea, kec. Binuang, Kab. Polewali Mandar, Sulawesi Barat (Foto : Ibnu Masyis, 2014) |
Seperti dijelaskan mantan Kepala Dinas Budaya dan Pariwisata Kabupaten Polewali Mandar Drs. Darwin Badaruddin, yang saat ini menjabat sebagai Asisten II Bupati Polman Bidang Pembangunan dan Ekonomi. Bahwa penuturan beberapa warga lokal di Desa Tonyaman, Pulau Dea-dea (tetangga Landea) disebut demikian karena di Pulau ini ditumbuhi alang-alang (dea-dea), sedang Pulau Landea tidak ditumbuhi alang-alang. (seperti ada pengaruh bahasa Arab "La" yang berarti tidak).
Sedang Pulau Dea-dea disebut juga Pulau Kucing karena di pulau ini terdapat banyak kucing, mungkin karena pulau ini dijadikan sebagai tempat pembuangan kucing bagi warga di sekitar pulau ini. Penyebutan nama Pulau kucing ini berawal dari kunjungan Praktik Pariwisata oleh siswa SMK Negeri 1 Polewali dari Program keahlian Usaha Jasa Pariwisata (sekitar tahun 2003), sayangnya jurusan dimaksud saat ini sudah ditutup. Dari aspek Tourism (wisata) sepertinya Brand "Pulau kucing" ini lebih menarik, apalagi bila ditindak lanjuti dengan budi daya berbagai spesies kucing.
Sedang Pulau Dea-dea disebut juga Pulau Kucing karena di pulau ini terdapat banyak kucing, mungkin karena pulau ini dijadikan sebagai tempat pembuangan kucing bagi warga di sekitar pulau ini. Penyebutan nama Pulau kucing ini berawal dari kunjungan Praktik Pariwisata oleh siswa SMK Negeri 1 Polewali dari Program keahlian Usaha Jasa Pariwisata (sekitar tahun 2003), sayangnya jurusan dimaksud saat ini sudah ditutup. Dari aspek Tourism (wisata) sepertinya Brand "Pulau kucing" ini lebih menarik, apalagi bila ditindak lanjuti dengan budi daya berbagai spesies kucing.
Kontributor :
Teks : Ibnu Masyis
Teks : Ibnu Masyis
Foto : Ibnu Masyis
Post a Comment